Selasa, 20 Desember 2011

Angels and Airwaves - LOVE







Orgasme.


Ini seperti menahan birahi tak berkesudahan,
buat saya,
menanti dari 6 November 2007,
sejak rilis I-Empire,
dan baru kesampaian di 13 Februari 2010,
sama saja dengan dipenjara secara batin,
sama saja dipisahkan oleh kekasih,
dipisahkan jarak,
hanya bisa melihat foto-fotonya,
mendengar suaranya lewat telepon,
membaca-baca ulang sms lama di cellphone,
dan baru bisa bertemu setelah 2 setengah tahun lebih.


Itu yang saya lakukan selagi menunggu LOVE,
membaca artkel-artikel, lama atau baru tentang LOVE,
melihat foto-foto proses rekaman LOVE,
mendengar preview beberapa lagu dengan kualitas sangat parah,
membaca-baca ulang lirik-lirik dari album sebelumnya,
keterlaluan memang mereka.


Ini gila.


LOVE adalah album AVA yang kita bisa download gratis secara resmi,
dan saya pikir ini hanyalah strategi marketing dari si kreator,
Tom Delonge.
LOVE, yang merupakan album studio ketiga dari Angels and Airwaves, atau yang biasa kita kenal sebagai AVA,
adalah penantian yang tak berujung,
mengingat kita sudah lama dibombardir oleh sablonan LOVE di t-shirt Tom Delonge saat tur dengan Blink 182 di Amerika,
dan tiba-tiba AVA seenaknya membuat kita makin penasaran,
dengan memberikan "Hallucinations" sebagai hadiah natal,
untuk single pertama dari album LOVE.
Ini sama saja kita diberikan rekaman video web-cam oleh kekasih kita yang ada jauh disana,
membuat kita semakin tak mampu menahan gejolak rindu,
terkutuk kau AVA!




Bayangkan rasanya,
ingin sekali menciumnya,
tak akan lepas memeluknya,
dan menggenggam tangannya seharian,
tak ingin berhenti mendengarkannya bercerita.

Inilah LOVE, penantian yang tak berkesudahan,
akhirnya berakhir juga,
dan saya tak bisa berhenti mendengarkannya.

Saya sabar mendownloadnya,
membaca-baca ulang judul-judul lagunya,
meresapi nada dan atmosfirnya,
tak ingin berhenti mendengarkannya.




Lalu,
bagaimana pendapat saya soal LOVE?


Sulit rasanya menilai band favorit,
saya bisa saja menulis secara subyektif,
bilang kalau album ini,
terbaik dari yang terbaik,
namun,
saya mesti menahan diri,
bagaimanapun,
mereka cuma band,
cuma band pop/rock alternatif dari Amerika,
dan Delonge bukan Tuhan,
Kennedy bukan James Dean,
mereka tidak sempurna.


Demi kemaluan Delonge yang berkarat,
saya bersumpah ini akan panjang dan mendetail.




"Et Ducit Mundum Per Luce" membuka petualangan saya dengan LOVE,
dan saya sudah memakai helm, jaket, sepatu Macbeth,
siap sekali mengarungi luar angkasa yang penuh pemikiran seorang Mason dan tiga sahabatnya.


Saya memulai dengan "The Flight of Apollo"
jika menurut beberapa teman saya ini lagu luar biasa,
maka menurut saya,
yang mengagumkan adalah tema dan liriknya,
sebuah nyanyian humming yang lebih menyerupai speech di awal lagu,
itu luar biasa,
terasa sekali suasana penerbangan apollo yang gagal,
namun memasuki intro,
ah, ada sedikit "Tiny Voices" dari Boxcar Racer,
meskipun tak ada salahnya,
toh penulis kedua lagu sama-sama Delonge.
Sedikit membosankan di akhir,
meskipun departemen lirik kembali memegang peranan penting,
dan berhasil menjadi kekuatan tambahan,
"So life doesn’t hurt, doesn’t hurt so badly, so life doesn’t hurt, doesn’t hurt so badly
Please don’t look at life, look at me so sadly. Life shouldn’t hurt, doesn’t hurt so badly

adalah kata-kata terbaik 
yang menggambarkan keseluruhan lagu ini,
dan itu luar biasa.




Tak berhenti, selagi drum menghentak,
saya dihajar langsung oleh "Young London",
yang agak menakjubkan,
lagu tipikal AVA dibalut sebuah,
euhm, typing gitar?
Entah itu pengaruh delay,atau apalah,
yang jelas,
ini menakjubkan.
Keseluruhan, lagu ini lebih bernada optimistis,
dan anthemic,
liriknya sendiri kembali meniupkan sebuah pengharapan,
yang jelas menjadi spesialis AVA.
Sekilas saya membayangkan Delonge 
di masa tua memimpin sebuah gerakan
pemuda pemudi putus asa di utara London, 
yang meneriakan 
"Suit up boys, that’s right 
it’s the weekend 
Get down girls, 
and dance with your best friend...."




"Shove" adalah lagu menarik, 
intro yang agak sedikit,
mirip dengan "The Gift", 
meskipun sound yang digunakan lebih sempurna,
lebih kering dan menusuk telinga.
namun liriknya lebih kepada suntikan semangat untuk terus maju,
luar biasa menyentuh dengan reffrain
"She said “show me the world that’s inside your head,
show me the world that you see yourself, 
you could use some help
cuz sometimes it comes with a shove, 
when you fall in love"
Manis, 
meski jika lebih sering didengarkan,
kalau saya tak salah,
nadanya mirip dengan reffrain "Everything's Magic" 
versi lambat,
entahlah,
namun sangat termaafkan dengan liriknya yang menyentuh.


Track selanjutnya adalah orgasme pertama dari LOVE,
"Epic Holiday",
dan sangat tidak mengecewakan.
Setelah saya cukup merinding, bahkan hanya dengan versi yang dulu saya dapat,
dengan sound luar biasa parah,
kini,
full version nya terasa memuncak tanpa ampun.
Saya seperti naik rollercoaster berisi amunisi mimpi,
dengan reff yang seolah echo dan delay vokal diperlebar,
makin terasa kemegahan liburan yang Delonge tawarkan.
Ini adalah lagu yang mendekati sempurna,
intro, verse, reff,
semuanya berkesinambungan,
lirik?
bagian favorit saya selain reff adalah
"Every single day, every 9 to 5
Every body works it hard, but then we finally die
Pukulan telak kepada rutinitas dan sistem,
ah teman-teman, kalian butuh sedikit liburan.
Satu lagi yang menarik adalah permainan drum Atom di interlude,
mencengangkan.
EPIC!!


Orgasme kedua ada di "Hallucinations",
jika dulu saya agak menganggap enteng lagu ini,
maka saya salah.
Hallucinations, adalah sebuah jembatan,
sebuah sinopsis perjalan LOVE yang menimbulkan pro dan kontra di kepala,
sebuah pertanyaan "Do you believe in Hallucinations?"
akan terus membekas di perjalanan hidup kalian hingga mati,
dan LOVE akan berakhir dengan pertanyaan yang sama,
jika kalian tak berhalusinasi saat mendengarkan lagu ini,
maka lupakan LOVE.


"The Moon-Atomic (Fragment and Fictions)" dimulai dengan sangat biasa namun terasa istimewa, ada sedikit irama yang sangat amerika, dan anthemic.
Delonge seperti sedang berpidato di depan rakyat Amerika di depan gedung putih, menyadarkan mereka,
bahwa "We are all that we are, so terribly sorry"
lagu ini penuh renungan,
menyentuh dengan cerdik dan cermat,
menyadarkan kita hanyalah manusia biasa,
di alam semesta yang indah dan luar biasa.
lagu ini ditutup dengan sebuah encore yang mengantar kita ke pintu darurat sebuah pesawat ulang alik,
dan tabung oksigen seadanya,
hanya untuk menyentuh bulan dan melihat matahari sedikit lebih dekat.

Saya langsung terbayang "Breathe" saat mendengar "Clever Love",
dan jujur,
saya sedikit kurang suka,
ada ekspektasi lebih dengan lagu ini,
tapi yang saya dapat adalah seperti saudara kembar identik yang sulit sekali dibedakan.
Lagu ini cocok bagi pecinta romansa di sisi angkasa,
dimana mereka saling mencintai di dalam helm dan pakaian astronot,
saling berciuman di sisi jendela satelit NASA.

Orgasme itu datang lagi di "Soul Survivor (...2012)",
intro kelam dibalut sound halus dengan nada menggelitik,
dan diawali dengan lirik yang membuat bulu kuduk berdiri dan membeku,
"I am a ghost, this is a dream",
oh Tuhan, darimana Delonge dapat kata-kata seperti itu?
Dengarkan dengan mata tertutup,
bayangkan akhir dari dunia,
dan kita berdiri melihat segalanya dari atas bukit yang tinggi.
Lirik di lagu ini sangat memukau,
seperti mendengar seorang yang baru saja pulang dari perjalanan spiritual ke masa depan,
saat bumi akhirnya hancur,
dan dia kembali untuk menceritakan nya dengan bahasanya sendiri.


"Letters to God, part II" adalah pertanyaan besar buat saya. Mason dan Tuhan? Saya mulai mempertanyakan definisi Mason yang saya baca selama ini, saat membaca lirik lagu ini. Lirik mengarah kepada pembicaraan Delonge dan Tuhan, yang menarik,
pembicaraan ini terkesan pribadi,
dimana Delonge, mulai terkesan menyadari arti sebenarnya hidup,
dan segala kegilaan yang terjadi di dalamnya,
tentang kedewasaan dalam melihat hidup.
Menarik.
Lagunya sendiri dimulai dengan intro yang sangat saya sukai,
seperti membuka tirai gelap,
dan riff gitar diulang-ulang tapi tetap catchy,
dan tentu saja bebunyian yang mengiringi sepanjang verse,
menggelitik dan memberi bumbu penyedap di keseluruhan lagu.
Dan yak, tenang saja, ini beda sekali dengan "Letters to God" bagian pertama milik Boxcar Racer.


Album ini ditutup dengan "Some Origins of Fire" yang pasti akan sangat mengingatkan pada "The Adventure",
baik dari struktur intro ataupun nada verse. Agak mengecewakan, meskipun saya menyukai sound gitar khas AVA disini,
setelah di lagu-lagu sebelumnya di dominasi bebunyian string dan apalah namanya itu. Lagu ini diakhiri dengan permainan solo gitar yang jarang ditemui di lagu-lagu AVA sebelumnya.

Sebelum saya menaruh headphone ini di lantai,
saya penasaran dengan keistimewaan yang saya dapat,
yaitu bisa mendengarkan versi remix dari Mark Hoppus,
untuk "Hallucinations",
tanpa harus mendonasi sejumlah dana ke modlife.
"Hallucinations" a la Mark sama saja dengan menghilangkan,
melenyapkan segala kemegahan,
menggantinya dengan musik digital,
yang bergantung pada piranti lunak.
Seperti ada anak kecil mengganti kuas dan cat minyak,
pada sebuah lukisan modern,
dan dia menggunakan pensil warna.
aneh,sederhana, dan tidak bagus.
Entahlah, sepertinya Mark harus lebih belajar,
pada Tiesto, atau Adam Young?
Yang pasti, saya yakin,
bahkan semua pasti setuju,
bahwa Mark menghilangkan ornamen-ornamen pendukung
suara Delonge yang malah melemahkan "Hallucinations".



Berakhir juga petualangan dengan LOVE,
dan saya pun melepaskan sabuk pengaman,
membuka helm astronot ini,
siap kembali ke dunia nyata.
Sebagai pemuas dahaga,
album ini sangat baik,
yang sebenarnya malah membuat album ini terasa lebih berat,
adalah Delonge terlihat jauh lebih rumit dalam menulis lirik,
dan musik yang belum mendapat sentuhan berbeda selain penambahan string disana-sini.
LOVE adalah album penuh mimpi dan pesan,
ambisius dalam arti sebenar-benarnya.

Do you believe in hallucinations? Let's start a riot!

udah lama punya lagunya, baru sekarang bikin reviewnya ^^

0 comments:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More